Kelahiran Sumenep, antologi puisi bersamanya bisa di lihat “Kitab Puisi, Puisi Menolak Lupa, Obsesi Press, 2010” antologi puisi bersama “Mazhab Kutub” Pustaka PUjangga 2010, dan antologi cerpen bersamanya bisa di lihat “Bukan Perempuan, Obsesi Press, 2010” “Randesvous, di Tepi Serayu, Obsesi Press, 2009”. Kini tinggal di Pengok, Yogyakarta. HP: 085233199668
Puisi-puisinya antara lain :
Di Tepi Sunyi
Sepinya kamar ini
mengitari cakrawala
Menyetubuhi bayang-bayang
Kata sebagai pendamai
Tak jua hilang
Terhapus jejak sepi
Yang lama di telan malam
Imaji itu
Tak mampu kutahan
Lantaran sepi
Terus mengapit kesendirian
Kubiarkan, lelapku tak datang
Kupinjam angin, aku dingin
Kupakai selimut, aku keringat
Di sana
Kutidurkan tubuh
Supaya tenang dalam menyelami kesepian
Yogyakarta, 2010
Sebelas Hari Berpisah
Di tanah ini engkau selesaikan pengetahuan
Selesaikan jejak tepi surau
Kau sisakan semangkuk bekal
Untuk menginjaki matahari dan hari-hari
Kusimpan bekal itu di kamar
Sebagai persediaan menyambut perhelatan waktu
Tiap hari kupanaskan bekalmu agar tak basi, lalu
Kubagikan pada anak-anak asuh di pintu bangsa
Dan di belakang istana
Pengok, 19, Mei 2010
Negeri Tua
Aku tak nyangka
Baru kutahu
Negeri yang kudiami, yang dulu ranum
Telah tua dan gersang
Dan tubuhku yang tersisa di sana
Hanyalah gelisah angin istana
Menyampaikan surat permohonan negeri tua
Ke jejak pertemuan matahari
Negeri tua nyaris mati
Tapi betapa rumitnya
Diludahi kaum berdasi
Dan tanah yang merana
Anak-anak berpelukan keringat
Untuk tetap menyampaikannya
Negeri tua yang kudiami
Begitu rawan perampok
Jiwa dan suara senjaku
Mencoba jadi air dan pupuknya
Mungkin biru kembali
Kupu-kupu akan singgah di sini
Selain burung seram
Yang merobek-robek untuk mati kembali
Rakyat puisiku
Mencari nafkah di sana
Tubuh negeri tua
Berdiri sendiri
Adakah negeri tua, kembali
Untuk lebih tua dari bayang-bayangnya
Jogja, 20 Mei 2010
Kisah Negeri Tua dan Negeri Muda
Sungguh tak sanggup
Menghadirkan orang kuat
Ketika kedua negeri itu berkecamuk
Dengan bayang-bayang menakutkan
Langit pun pecah di negeri ini
Menampik lagu anak-anak jalanan
Sementara negeri disuguhi makanan lezat
Lagu wajib dari negeri lapar
Jika ada yang kuat, dan jika engkau memang jujur
Ne, dua negeri mau, engkau jadi bapaknya
Dan engkau pulas tidur di ranjang istana
Tapi mampukah engkau
Dengan godaan orang-orang negeri ini
Dengan nyanyian menjanjikan
Jangan menangis sayang,
Negeri ini masih ada yang merawat
Walau perawat itu sibuk dengan dirinya
Hingga di pertemuan kita
Dengan keadilan yang penuh makna
Disilahkan kalian tidur
Di ranjang kedua negeri kami
Dan terpaksa kuserahkan luka-luka
Ke perawat yang tak semestinya
Negeri ini, negeri kering
Masa depan mati dalam saku
Sebab orang-orang itu masih hidup
Dan bermain di sini
Karena belum minum arak dan bir untuk mabuk dan gila
Untuk menyanyikan lagu negeri ini dengan indah
“Susu negeri ini manis, roti cokelat ini juga manis sayang
Jangan menangis di dua negeri ini”
Karena airmatamu
Tak mampu menghidupkan kembali negeri yang sudah mati
Yogyakarta, 2010