Selamat datang di Kawasan Penyair Yogyakarta Terima kasih atas kunjungan Anda

Rabu, 25 Agustus 2010

Matroni el-Moezany


Kelahiran Sumenep, antologi puisi bersamanya bisa di lihat “Kitab Puisi, Puisi Menolak Lupa, Obsesi Press, 2010” antologi puisi bersama “Mazhab Kutub” Pustaka PUjangga 2010, dan antologi cerpen bersamanya bisa di lihat “Bukan Perempuan, Obsesi Press, 2010” “Randesvous, di Tepi Serayu, Obsesi Press, 2009”. Kini tinggal di Pengok, Yogyakarta. HP: 085233199668

Puisi-puisinya antara lain :


Di Tepi Sunyi

Sepinya kamar ini
mengitari cakrawala
Menyetubuhi bayang-bayang
Kata sebagai pendamai
Tak jua hilang
Terhapus jejak sepi
Yang lama di telan malam

Imaji itu
Tak mampu kutahan
Lantaran sepi
Terus mengapit kesendirian

Kubiarkan, lelapku tak datang
Kupinjam angin, aku dingin
Kupakai selimut, aku keringat

Di sana
Kutidurkan tubuh
Supaya tenang dalam menyelami kesepian

Yogyakarta, 2010


Sebelas Hari Berpisah

Di tanah ini engkau selesaikan pengetahuan
Selesaikan jejak tepi surau
Kau sisakan semangkuk bekal
Untuk menginjaki matahari dan hari-hari

Kusimpan bekal itu di kamar
Sebagai persediaan menyambut perhelatan waktu

Tiap hari kupanaskan bekalmu agar tak basi, lalu
Kubagikan pada anak-anak asuh di pintu bangsa
Dan di belakang istana

Pengok, 19, Mei 2010


Negeri Tua

Aku tak nyangka
Baru kutahu
Negeri yang kudiami, yang dulu ranum
Telah tua dan gersang

Dan tubuhku yang tersisa di sana
Hanyalah gelisah angin istana
Menyampaikan surat permohonan negeri tua
Ke jejak pertemuan matahari

Negeri tua nyaris mati
Tapi betapa rumitnya
Diludahi kaum berdasi
Dan tanah yang merana
Anak-anak berpelukan keringat
Untuk tetap menyampaikannya

Negeri tua yang kudiami
Begitu rawan perampok
Jiwa dan suara senjaku
Mencoba jadi air dan pupuknya
Mungkin biru kembali
Kupu-kupu akan singgah di sini
Selain burung seram
Yang merobek-robek untuk mati kembali

Rakyat puisiku
Mencari nafkah di sana

Tubuh negeri tua
Berdiri sendiri
Adakah negeri tua, kembali
Untuk lebih tua dari bayang-bayangnya

Jogja, 20 Mei 2010


Kisah Negeri Tua dan Negeri Muda

Sungguh tak sanggup
Menghadirkan orang kuat
Ketika kedua negeri itu berkecamuk
Dengan bayang-bayang menakutkan

Langit pun pecah di negeri ini
Menampik lagu anak-anak jalanan
Sementara negeri disuguhi makanan lezat
Lagu wajib dari negeri lapar

Jika ada yang kuat, dan jika engkau memang jujur
Ne, dua negeri mau, engkau jadi bapaknya
Dan engkau pulas tidur di ranjang istana

Tapi mampukah engkau
Dengan godaan orang-orang negeri ini
Dengan nyanyian menjanjikan

Jangan menangis sayang,
Negeri ini masih ada yang merawat
Walau perawat itu sibuk dengan dirinya
Hingga di pertemuan kita
Dengan keadilan yang penuh makna
Disilahkan kalian tidur
Di ranjang kedua negeri kami
Dan terpaksa kuserahkan luka-luka
Ke perawat yang tak semestinya

Negeri ini, negeri kering
Masa depan mati dalam saku
Sebab orang-orang itu masih hidup
Dan bermain di sini
Karena belum minum arak dan bir untuk mabuk dan gila
Untuk menyanyikan lagu negeri ini dengan indah

“Susu negeri ini manis, roti cokelat ini juga manis sayang
Jangan menangis di dua negeri ini”
Karena airmatamu
Tak mampu menghidupkan kembali negeri yang sudah mati

Yogyakarta, 2010